Tuhan yang Maha Esa dan Ketuhanan

November 09, 2014


Tuhan yang Maha Esa dan Ketuhanan

Kepercayaan Manusia Tentang Tuhan

Sebagaimana disebutkan dalam beberapa sumber bahwa agama ada yang bersifat primitif dan ada pula yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan.
Dalam perjalanan sejarah manusia, muncul berbagai macam kepercayaan terhadap Tuhan. Ada kepercayaan yang disebut ‘dinamisme’ yang berarti kepercayaan kepada kekuatan gaib yang misterius. Dalam paham ini ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat jahat. Benda yang mempunyai kekuatan gaib baik tentu akan disenangi, dipakai dan dimakan agar orang yang memakai atau memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya, benda yang mempunyai kekuatan gaib jahat tentunya akan ditakuti dan dijauhi.
Ada pula kepercayaan yang disebut dengan ‘animisme’ yang berarti kepercayaan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa mempunyai ruh. Tujuan mempercayai ruh ini adalah untuk mengadakan hubungan baik dengan ruh-ruh yang ditakuti dan dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka dan menjauhi perbuatan yang dapat membuat mereka marah.
Ada lagi kepercayaan yang disebut dengan ‘politeisme’, yakni kepercayaan kepada dewa-dewa. Dalam kepercayaan ini hal-hal yang menimbulkan perasaan takjub dan dahsyat bukan lagi dikuasai oleh ruh-ruh, tetapi oleh dewa-dewa. Kalau ruh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yang sebenarnya, dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai tugas-tugas tertentu. Ada dewa yang bertugas memberikan cahaya dan panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam agama mesir kuno disebut Ra, dalam agama India Kuno disebut Surya, dan dalam agama Persia Kuno disebut Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya menurunkan hujan, yang diberi nama Indera dalam agama Mesir Kuno, dan Donnar dalam agama Jerman Kuno. Selanjutnya ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam agama India Kuno, dan Wotan dalam agama Jerman Kuno.
Karen Amstrong dalam bukunya Sejarah Tuhan menjelaskan adanya dalam diri manusia kekuatan pencarian tuhan disetiap peradaban. Telah banyak kajian teori tentang asal usul agama, dan didapati penciptaan tuhan telah lama dilakukan oleh manusia. Karen Amstrong juga menutip gagasan adanya perasaan gaib yang menjadi dasar adanya agama dari buku The Idea of The Holy karangan Rudolf Otto, ahli sejarah agama berkebangsaan Jerman. Mulai sejak penciptaan pertama, dengan cara yang berbeda beda sudah menginginkan dan meyakini adanya tuhan. Sejak 4000 SM oleh sekelompok manusia yang dikenal dengan orang Sumeria yang menurut ahli sejarah mempunyai perdaban terbesar pertama di dunia merupakan bukti sejarah akan hal tersebut.
Berangkat dari pemaparan kepercayaan terhadap Tuhan seperti tersebut di atas bisa disimpulkan kepercayaan tentang Tuhan sudah ada sejak dahulu dan banyak, sebanyak agama dan kepercayaan yang dianut manusia. Juga secara fitrah, manusia membutuhkan Tuhan. Manusia ketika dengan sendirinya akan menciptakan Tuhan, maka dalam dinamisme, kekuatan gaib yang misterius mungkin adalah Tuhan. Dalam animisme, ruh adalah Tuhan. Dalam politeisme, Indra, Vitra dan Varuna dalam agama Veda adalah Tuhan. Brahma, Wisnu dan Syiwa dalam agama Hindu adalah Tuhan. Osiris, Isis dan Herus dalam agama Mesir Kuno adalah Tuhan. Al-Latta, al-Uzza dan Manata dalam agama Arab Jahiliyah adalah Tuhan. Dalam agama Kristen, Allah Tritunggal adalah Tuhan dan dalam agama Islam Allah SWT adalah Tuhan.
Kesimpulannya, pembicaraan tentang Tuhan merupakan pembicaraan yang sudah ramai di perbincangkan oleh manusia sejak jaman dahulu kala, disetiap perdaban, disetiap agama. Manusia secara naluri beragama menginginkan akan adanya tuhan yang disembah. Senantiasa bertanya tentang apa sebenarnya rahasia dibalik adanya alam semesta ini. Apakah alam semesta terjadi dengan sendirinya ataukah ada kekuatan lain yang mengatur alam semesta ini. Bertitik-tolak dari keinginan manusia untuk mengetahui keberadaan alam semesta ini, maka manusia mencoba mengkajinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya baik itu dengan menggunakan akal maupun indra.
Hasil dari kajian-kajian yang dilakukan membuahkan hasil akan adanya Tuhan. Manusia sejak jaman primitif sudah mempercayai adanya kekuatan lain di luar diri manusia yang kemudian sampai dengan sesuatu zat maha segala-galanya yang disebut dengan Tuhan. Meski dalam penamaanya bermacam-macam. Dari ketuhanan ini nanti para agama-agama samawy maupun agama wad’i akan sampai kepada suatu kesimpulan yang secara garis besar berakhir pada suatu penemuan tentang adanya Tauhid, yaitu hanya ada tuhan yang satu, hanya ada zat yang satu yang maha diatas segala sesuatu.
Agama Wad'i adalah agama dunia (natural religion) yang tidak bersumber pada wahyu Illahi melainkan hasil ciptaan akal pikiran dan perilaku manusia, oleh karena disebut juga dengan agama budaya atau agama bumi. Yang termasuk dalam agama wad’I adalah Hindu, Buddha, Taoisme, Kong Hu Cu (Kung Fu Tse), Shinto dan berbagai aliran keagamanan lainnya.
Agama Wad'i lahir dari filsafat masyarakat, baik yang berasal dari para pemimpin masyarakat ataupun dari para pengajar agama yang bersangkutan. Agama ini berkembang pada masyarakat yang memliki tingkat solidaritas mekanik atau pada masyarakat yang masih memeliki pola berpikir yang tradisional.
Agama Samawy juga disebut dengan agama Hanif. Dalam agama Hanif, tauhid merupakan inti ajaran secara keseluruhan. Risalah kenabian sejak nabi Adam as. sampai ke Nabi Muhammad saw., adalah risalah yang mengajarkan ke-esaan Allah SWT. Dalam islam sebagai salah satu agama samawy, Muhammad saw. mempunyai beberapa keistimewan dintaranya sebagai nabi terakhir penutup. Tidak ada lagi nabi setalah nabi Muhammad saw. Juga keumuman risalah kenabiannya. Tidak terbatas untuk satu kaum saja tapi untuk seluruh alam. Masuk juga didalamnya mahluk selain manusia. Dan juga sebagai penyempurna risalah dan syariat sebelumnya. Sejak terangkatnya menjadi rasul pada umur empat puluh tahun, hingga wafatnya di usia enam puluh tiga tahun. Muhammad saw., mempunyai sisa umur dua puluh tiga tahun untuk menyampaikan Islam atau yang sering disebut dengan masa kenabian. Tiga belas tahun di habiskan di Mekkah khusus untuk menyampaikan Aqidah Islam sebelum akhirnya Muhammad saw., hijrah ke Madinah. Menunjukkan betapa pentingnya ilmu tauhid atau ilmu aqidah. Yaitu aqidah yang esensinya adalah tauhidullah, peng-esaan Allah SWT. Hingga akhirnya islam berkembang menjadi sebuah peradaban yang raksasa.
Jadi bisa disimpulkan, esensi peradaban Islam adalah Islam itu sendiri dan esensi Islam adalah Tauhid atau pengesaan terhadap Tuhan, tindakan yang menegaskan Allah sebagai yang Esa, pencipta mutlak dan transenden, penguasa segala yang ada. Al Quran sebagai kitab suci agama islam dan Hadits sebagai penjelas dari al-quran banyak mengisyaratakan tentang urgensi tauhid. Diantaranya seperti apa yang tertera dalam surah Al Ikhlas ayat 1-4 dan dalam surah Al Baqarah ayat 163.
“Katakanlah (Muhammad) Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan dia.” (QS Al Ikhlas:1-4).
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (QS Al Baqarah 163).
Dalam hadits disebutkan : ” Islam itu di bangun atas lima sesuatu: Menyaksikan bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah… (HR Bukhari Muslim)
Setelah wafatnya Muhammad saw, umat islam tetap tidak pernah lepas dari penegakan kalimat Syahadah. La Ilaha Illallah Muhammadun Rasulullah. Bahkan, ketika kemudian timbul perbedaan faham antara sesama umat muslim, dalam kalimah tauhid inilah orang Islam disatukan. Tauhid menjelaskan kepada umat islam bahwa mereka mepunyai satu kesamaan yang universal. Tidak memandang mereka itu dari golongan Mutakallimin yang selalu berdebat masalah aqidah, kalangan Filosof Islam yang ingin menyatukan antara wahyu dan akal, Ahli Fiqhi yang berkecimpung dalam hukum ibadah dan mu’amalat, Tarekat Sufi yang fokus dalam masalah suluk, ahlak dan mujahadah, atau Partai Politik Islam yang sibuk dalam pemerintahan dan memperjuangkan keadilan. Semuanya bisa bersatu pada suatu titik sentral yaitu peng-esaan Allah SWT. Sama sama menyembah Tuhan yang satu.
Suluk secara harfiah berarti menempuh (jalan). Dalam kaitannya dengan agama Islam dan sufisme, kata suluk berarti menempuh jalan (spiritual) untuk menuju Allah. Menempuh jalan suluk (bersuluk) mencakup sebuah disiplin seumur hidup dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris agama Islam (syariat) sekaligus aturan-aturan esoteris agama Islam (hakikat). Ber-suluk juga mencakup hasrat untuk Mengenal Diri, Memahami Esensi Kehidupan, Pencarian Tuhan, dan Pencarian Kebenaran Sejati (ilahiyyah), melalui penempaan diri seumur hidup dengan melakukan syariat lahiriah sekaligus syariat batiniah demi mencapai kesucian hati untuk mengenal diri dan Tuhan.
Kata suluk berasal dari terminologi Al-Qur'an, Fasluki, dalam Surat An-Nahl [16] ayat 69, Fasluki subula rabbiki zululan, yang artinya Dan tempuhlah jalan Rabb-mu yang telah dimudahkan (bagimu). Seseorang yang menempuh jalan suluk disebut salik.

Keimanan dan Implikasi Tauhid

Iman
Kebanyakan orang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata kerja amina-yu’manu-amanan yang berarti percaya. Oleh karena itu, iman yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan dan kepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih disebut orang yang beriman. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kalimah syahadat telah menjadi Islam.

Dalam surah al-Baqarah ayat 165  dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau perlu mempertaruhkan nyawa.

Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Immaanu ‘aqdun bil qalbi waigraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.

Istilah iman dalam al-Qur’an selalu dirangkaikan dengan kata  lain yang memberikan corak dan warna tentang sesuatu yang diimani, seperti dalam surat an-Nisa’:51
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.
yang dikaitkan dengan jibti (kebatinan/idealisme) dan thaghut(realita/naturalisme). Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52
Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi
dikaitkan dengan kata bathil, yaitu walladziina aamanuu bil baathiliBhatil berarti tidak benar menurut Allah. Dalam surat lain iman dirangkaikan dengan kata kaafir atau dengan kata Allah. Sementara dalam al-Baqarah: 4,
dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat
 iman dirangkaikan dengan kata ajaran yang diturunkan Allah (yu’minuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila min qablika).

Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Qur’an, mengandung arti positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman haq.  Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya, disebut iman bathil.

Akidah Islam dalam al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh.

Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.

Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak beraqidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.

Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika kepada mereka tidak diperkenalkan al-Qur’an.

Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.

Tauhid
Dari segi bahasa ‘mentauhidkan sesuatu’ berarti ‘menjadikan sesuatu itu esa’. Dari segi syar’i tauhid ialah ‘mengesakan Allah didalam perkara-perkara yang Allah sendiri tetapkan melalui Nabi-Nabi Nya’.

Pensyariatan Tauhid :
“Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Ku”
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. (QS Al Baqarah 2 : 21)
“Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul yang menyerukan ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Allah)’” (QS. An - Nahl 16 : 36)

Ringkasan :
1.     Tauhid sebagai kewajiban terbesar
2.     Tauhid merupakan materi dakwah pertama para Rasul.
3.      Tauhid merupakan terminal pertama dan langkah terawal bagi mereka-mereka yang ingin menempuh jalan kepada Allah.
4.     Apabila tauhid wujud dalam diri seseorang secara sempurna, maka tauhid akan mencegah seseorang itu masuk neraka.

Pengucapan kalimat tauhid dengan lisan belaka tidaklah cukup karena ia mempunyai konsekuensi yang harus di tunaikan. Para ulama menegaskan bahwa mengesakan Allah adalah dengan meninggalkan perbuatan syirik baik kecil maupun besar. Di antara konsekuensi pengucapan kalimat tauhid itu adalah mengetahui kandungan maknanya kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Allah berfirman “Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan melainkan Allah.” Kalimat Tauhid berarti Pengingkaran kepada segala sesuatu yg disembah selain Allah SWT dan menetapkan bahwa yang berhak disembah hanyalah Allah semata tidak kepada selain-Nya.

Aplikasi secara sederhana dari kalimat tauhid “laa ilaaha illallah” adalah keyakinan yang mutlak yang patut kita tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa dalam hal mencipta dalam penyembahan tanpa ada sesuatu pun yang mencampuri dan tanpa ada sesuatu pun yang sepadan dengan-Nya kemudian menerima dengan Ikhlas akan apa-apa yang berasal dari-Nya baik berupa perintah yang mesti dilaksanakan ataupun larangan yang mesti di tinggalkan semua itu akan mudah ketika hati ikhlas mengakui bahwa Allah SWT itu Maha Esa.

Sesungguhnya wajib bagi kita untuk mengenal Allah ( tauhid ) sebelum kita beribadah & beramal karena suatu ibadah itu diterima jika Tauhid kita benar & tidak tercampur dengan  kesyirikan ( menyekutukannya dalam peribadatan ) , maka tegaknya ibadah & amalan kita harus didasari terlebih dahulu dengan At Tauhid sebagaimana akan kita jelaskan dibawah ini :
” Ketahuilah ( ya Muhammad ) sesungguhnya tidak ada sembahan yang haq kecuali Allah, & mohonlah ampun bagi dosa-dosamu, dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. ( QS. Muhammad : 19 ).
Ketahuilah  semoga Allah merohmatimu- sesungguhnya Allah menegaskan & mendahulukan serta  mengutamakan untuk mengetahui dan berilmu tentang  At tauhid  dari pada beribadah yaitu beristifghfar, dikarenakan ” mengenal tauhid menunjukkan ilmu ‘usul ( dasar pokok & pondasinya agama ), adapun beristighfar menunjukkan ilmu furu’ ( cabang dan aplikasi dari ilmu usul tersebut  ).

Dan tidak ada perselisihan sedikitpun dikalangan para ulama salaf dan khalaf serta umat islam seluruhnya  bahwasanya : paling afdal & utamanya para nabi & rasul  adalah ke empat nabi tersebut ( Muhammad, Musa, Isa, & Ibrahim ) , tatkala Allah menetapkan & memerintahkan kepada empat rasul yang mulia  ini untuk ma’rifah (berilmu & mengetahui ) ilmu usul dan dasar serta pondasi agama yaitu Tauhid sebelum ilmu furu’ ( sebagai aplikasi dari ilmu usul ).
Penerapan Tauhid dalam kehidupan sehari-hari:
Contoh penerapan tauhid dalam kehidupan sehari hari adalah dengan selalu mentaati perintah Nya dan menjauhi larangan Nya, seperti beribadah, puasa, nadzar, berdoa hanya kepada Allah, ibadah apapun yg dilakukan semata mata diniatkan hanya karna Allah, tidak berlebih-lebihan dalam mencintai sesuatu. Tawakal dan bersabar dalam menghadapi musibah.

Ketakwaan dan Implikasinya dalam Kehidupan
Ketaqwaan Dalam Islam / takwa ,yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja. Adapun arti lain dari taqwa adalah:
1. Melaksanakan segala perintah Allah.
2. Menjauhkan diri dari segala yang dilarang Allah (haram).
3. Ridho (menerima dan ikhlas) dengan hukum-hukum dan ketentuan Allah.

Taqwa berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara. “memelihara diri dalam menjalani hidup sesuai tuntunan/petunjuk allah” Adapun dari asal bahasa arab quraish taqwa lebih dekat dengan kata waqa. Waqa bermakna melindungi sesuatu, memelihara dan melindunginya dari berbagai hal yang membahayakan dan merugikan. Itulah maka, ketika seekor kuda melakukan langkahnya dengan sangat hati-hati, baik karena tidak adanya tapal kuda, atau karena adanya luka-luka atau adanya rasa sakit atau tanahnya yang sangat kasar, orang-orang Arab biasa mengatakan Waqal Farso Minul Hafa (Taj). Dari kata waqa ini taqwa bisa di artikan berusaha memelihara dari ketentuan allah dan melindungi diri dari dosa/larangan allah. bisa juga diartikan berhati hati dalam menjalani hidup sesuai petunjuk allah. Ketaqwaan merupakan paspor jaminan keselamatan untuk mengarungi kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat kelak. Sehingga diperintah dalam surat Ali ‘Imran  ayat 102 dimana : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”

Dampak dari pengimplikasian orang-orang yang bertaqwa, diantaranya adalah :
a.       Selalu ingat Allah dan bertaubat.
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya." (QS. Al A'raaf : 201)
b.      Takut kepada Rabb-nya meskipun tidak bisa melihat-Nya.
"(yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat." (QS. Al Anbiyaa' : 49)
"Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga" (QS. Ar Rahmaan :46)
c.       Taat selamanya hanya kepada Allah.
"Dan kepunyaan-Nya-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nya-lah ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa kepada selain Allah?" (QS. An Nahl : 52)
d.      Beriman, mendirikan sholat, dan menafkahkan rezki di jalan Allah
"(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka." (QS. Al Baqarah : 3)
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa" (QS. Al Baqarah : 177)

·      Beberapa ciri orang yang bertaqwa
a.         beriman dan meyakini tanpa keraguan bahwa Alqur’an sebagai pedoman hidupnya.
b.         beriman kepada perkara-perkara yang gaib.
c.         mendirikan sembahyang.
d.         orang yang selalu membelanjakan sebahagian dari rezeki yang diperolehnya.
e.         orang yang selalu mendermakan hartanya baik ketika senang maupun susah.
f.          orang yang bisa menahan amarahnya, dan mudah memberi maaf.
g.         mensyukuri nikmat Allah yang telah diterimanya, karena Allah mengasihani orang-orang yang selalu berbuat kebaikan.
h.         takut melanggar perintah Allah.
oleh karena itu, tempat mereka adalah surga sesuai dengan yang dijanjikan Allah, dan tempatnya tidak jauh dari mereka.

·      Identifikasi beberapa ayat-ayat terkait tentang taqwa :
o   Surat Al Baqarah ayat 197
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
o   Surat AL-Hajj 37
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
o   Surat Al-Thalaq 2-5
-          QS Al-Thalaq (65) : 2
Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
-          QS. ath-Thalaq (65) : 3
Dan perempuan-perempuan yang putus asa dari haid di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
-          QS. ath-Thalaq (65) : 4
Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu; dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.
-          QS. ath-Thalaq (65) : 5
Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

·         Identifikasi beberapa hadist terkait dengan taqwa :
-       Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, telah ditanyakan kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mulia?” Rasulullah Saw menjawab : “Orang yang paling bertakwa.”. Mereka (sahabat) berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan.” Rasulullah bersabda : “Kalau begitu (yang paling mulia) adalah Yusuf bin nabi Allah (Ya’kub) bin nabi Allah (Ishak) bin Khalîlullah (kekasih Allah) yakni Ibrahim.” Para sahabat berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan.” Rasulullah SAW balik bertanya : “Apakah tentang keturunan Arab yang baik yang kalian tanyakan? Orang Arab yang terbaik di masa jahiliyah merupakan yang terbaik dalam Islam jika mereka memahami syariat Islam.”(Muttafaq ‘Alaihi)
-       Dari Abu Tharîf ‘Adiy bin Hâtim Ath-Thâi, ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Siapa saja yang telah bersumpah  (untuk berbuat sesuatu), kemudian dia melihat bahwa apa yang disumpahkannya itu bisa membutanya lebih takwa maka hendaklah ia melakukan apa yang dilihatnya dapat membuatnya lebih bertakwa.”(HR. Muslim)
-       Dari Abu Umâmah Shuday bin ‘Ajlân Al-Bâhiliy RA, ia berkata, Saya telah mendengar Rasulullah SAW berkhutbah pada Haji Wada’ (perpisahan). Beliau bersabda : “Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, tegakkanlah lima salat fardhu kalian, berpuasalah pada bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat harta kalian, dan taatilah pemimpin-pemimpin kalian, niscaya kalian masuk surga.” (HR. Tirmidzi dalam Sunan-Nya pada bagian akhir dari Bab Shalat. Dia juga berkata bahwa hadis ini /Hasan/ lagi /Shahih/)
-       Dari Abu Dzar ra., Rasulullah saw bersabda, “Saya wasiatkan kepadamu agar: (1) senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala, baik dalam keadaan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, (2) jika kamu telah melakukan kekhilapan (kesalahan) maka bersegeralah melakukan kebaikan, (3) jangan meminta-minta dari orang banyak, (4) jangan mengemban amanah (jika merasa tidak mampu menunaikannya), dan (5) jangan menjadi qadhi (pemutus perkara) di antara dua orang yang berselisih.” (HR. Ahmad).




·         Taqwa memiliki tiga tingkatan
1.    Pertama : Ketika seseorang melepaskan diri dari kekafiran dan mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah, dia disebut orang yang taqwa. Didalam pengertian ini semua orang beriman tergolong taqwa meskipun mereka masih terlibat beberapa dosa.
2.    Kedua : Jika seseorang menjauhi segala hal yang tidak disukai Allah SWT dan RasulNya (SAW), ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi.
3.    Ketiga : orang yang setiap saat selalu berupaya menggapai cinta Allah SWT, ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi lagi.

Dari Abu Hurairah juga, bahwa Rasulullah SAW memperingatkan, “Pada hari kiamat, hak-hak seseorang pasti akan ditunaikan, sampai-sampai peradilan domba yang tidak bertanduk yang mendapat yang mendapat kesusahan dari domba yang bertanduk. Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits-hadits Hasan Sahih. (Lihat: Jami’al-Tirmidzi, juz vii, halaman 98 hadits no: 1049 (Tuhfat al-Ahwa))
Inilah yang menyebabkan para sahabat ketakutan dan menangis waktu ditunjuk menjadi pemimpin/amir, karena terbayang betapa besarnya tanggung jawabnya, terbayang betapa banyaknya orang-orang yang berhak atas dirinya. Seandainya dia tidak bisa menunaikan hak-hak orang-orang.

·         Ganjaran Orang yang bertaqwa
Sebuah sifat yang baik, akan menghasil kan hasil yang baik pula, begitupun bertaqwa. Maka allah akan memberikan diantaranya untuk orang bertaqwa :
a.       Diberi jalan keluar serta rezeki dari tempat yang tak diduga-duga (QS. Ath Thalaaq [65]:2-3)
b.      Dimudahkan urusannya (QS. Ath Thalaaq [65]:4)
c.       Dilimpahkan berkah dari langit dan bumi (QS. Al A’raaf [7]:96)
d.      Mendapat petunjuk dan pengajaran (QS. Al Baqarah [2]:2 dan QS.Al Maa-idah [5]:46)
e.       Mendapat Furqan (QS. Al Anfaal [8]:29)
f.       Cepat sadar akan kesalahan (QS. Al A’raaf [7]:201)
g.       Tidak terkena mudharat akibat tipu daya orang lain (QS. Ali ‘Imran [3]:120).
h.      Mendapat kemuliaan, nikmat dan karunia yang besar (QS. Ali ‘Imran [3]:147 dan QS. Al Hujuraat [49]:13)
i.        Tidak ada kekhawatiran dan kesedihan (QS. Al A’raaf [7]:35)
j.        ALLAH bersamanya dan melindunginya (QS. Al Baqarah [2] :194  dan Qs. Al-jatsiyah 19)
k.      Diselamatkan dari api neraka (QS. Maryam [19]:71-72)
l.        Dijanjikan Surga  (Qs. Al-hijr 45)

 Allah menegaskan, bahwa barang siapa yang selalu berupaya merealisir takwanya dalam segala aktivitas riil-konkrit kesehariannya, maka Allah tidak hanya akan memberinya kebaikan di dunia–kebaikan sosial, kebaikan profesi, dan kebaikan solusi bagi problema dirinya, tetapi juga pahala yang sangat besar. Aktualisasi takwa di sisi lain akan mendorong umat manusia, untuk tidak pernah berhenti melakukan perubahan dan kompetisi. Bukan kompetisi untuk memunculkan yang munkar, tapi kompetisi untuk memunculkan yang baik. Keragaman baik itu budaya, suku, ras, dan agama, maupun juga ragam profesi dalam konteks takwa bukanlah hambatan untuk bekerja maksimal merealisir amal saleh dan membawa amal jariyah.  “Hai manusia, sesungguhnyaa Kami mencip-takan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.