Sistem Perekonomian Korea Selatan

Maret 30, 2015


Sistem Perekonomian Korea Selatan



Perkembangan Sistem Ekonomi Korea Selatan dari 1960-an hingga 1980-an

Republik Korea atau biasa dikenal sebagai Korea Selatan atau Korsel adalah sebuah Negara di Asia Timur yang meliputi bagian selatan Semenanjung Korea. Di sebelah utara, Republik Korea berbatas dengan Korea Utara, dimana keduanya bersatu sebagai sebuah negara hingga tahun 1948. Lalu pada tahun 1950 Korea Utara menginvasi Korea Selatan yang dikenal dengan nama Perang Korea. Lalu dimulailah Rencana Lima Tahun yang dicanangkan pada tahun 1960, hingga periode industrialisasi dan kebangkitan Korea Selatan sampai detik ini.

Produk Nasional Bruto Korea Selatan meningkat lebih dari 8% per tahun, dari USD 3,3 miliar pada tahun 1962 menjadi USD 204 miliar pada tahun 1989, lalu menyentuh angka USD 1 triliun pada tahun 2007. Pendapatan per kapita meningkat dari hanya USD 87 pada tahun 1962 menjadi USD 4.830 pada tahun 1989, menembus angka USD 20.000 pada tahun 2007.

Sektor manufaktur menyumbang pendapatan 14,3% untuk PNB pada tahun 1962 menjadi 30,3% pada tahun 1987. Volume komoditas perdagangan tumbuh dari USD 480 juta pada tahun 1962 menjadi USD 127,9 juta pada tahun 1990. Rasio pendapatan domestik meningkat dari 3,3% pada tahun 1962 menjadi 35,8% pada tahun 1989.

Faktor paling signifikan dalam industrialisasi yang sangat pesat tersebut adalah perencanaa strategi ekonomi tahun 1960-an yang berfokus pada ekspor manufaktur dengan angkatan kerja intensif. Strategi ini sesuai dengan kondisi Korea Selatan pada saat itu yang miskin akan hasil sumber daya alam, rendahnya angka pendapatan, serta pasar domestic yang kecil. Dengan strategi ini Korea Selatan bias mendapatkan hasil yang bias menyokong ekonominya. Pemerintah pun ikut serta dalam rencana ini. Aliran bantuan dana dari pihak asing yang masuk menambah kekurangan kas dalam negeri. Usaha ini akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekspor dan angka pendapatan yang terus meningkat.

Dengan memaksimalkan sector industry, ternyata menimbulkan masalah lain, yaitu sector pertanian mengalami ketertinggalan. Melebarnya jurang pendapatan antara sector industry dan pertanian menjadi masalahs erius pada tahun 1970-an hingga kini, walau pemerintah telah berusaha meningkatkan standar kesejahteraan dan pendapatan rakyat yang mengusahakan pertanian di pedesaan.

Pada awal tahun 1980-an, guna mengandalikan inflasi, sebuah kebijakan moneter konservatif dan undang-undang fiscal dikeluarkan. Pertumbuhan alokasi dana dikurangi dari level 30% pada tahun 1970-an menjadi 15%. Seoul bahkan membekukan anggaran belanjanya untuk sementara. Intervensi pemerintah dalam perekonomiam dengan cepat berkurang dan kebijakan impor serta investasi asing dibebaskan untuk mengundang kompetisi. Untuk mengurangi ketimpangan antara sector urban dan pedesaan, pemerintah membuka investasi asing lebar-lebar dalam proyek-proyek publik seperti pembangunan fasilitas jalan dan komunikasi disamping meningkatkan modernisasi pertanian.

Kebijakan-kebijakan ini, ditambah perbaikan ekonomi global, ikut membantu memulihkan ekonomi Korea Selatan daripada kelesuan ekonomi. Korea Selatan mencapai pertumbuhan ekonomi nyata rata-rata 9,2% pada tahun 1982 sampai 1985 dan 12,5% dari tahun 1986 sampai 1988. Inflasi 2 kali lipat pada tahun 1970-an dapat diatasi. Inflasi harga barang-barang rata-rata adalah 2,1% per tahun dari tahun 1980 sampai 1988. Harga barang konsumsi meningkat rata-rata 4,7% per tahun. Seoul mencapai surplus pertamanya pada neraca pembayaran pada tahun 1986 dengan angka USD 7,7 miliar dan USD 11,4 miliar, masing-masing pada tahun 1987 dan 1988. Kemajuan ini membuat Korea Selatan dapat mebayar utang kepada pihak asing. Surplus perdagangan tahun 1989 hanya USD 4,6 miliar dan neraca perdagangan 1990 diproyeksikan negatif.



Perkembangan Sistem Ekonomi Korea Selatan pada tahun 1990-an Hingga Saat Ini

Korea Selatan memiliki ekonomi pasar dan menempati urutan kelima belas berdasarkan PDB (Produk Domestik Bruto). Sebagai salah satu dari empat Macan Asia Timur (Hongkong, Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan), Korea Selatan telah mencapai rekor ekspor impor yang memukau, nilai ekspornya merupakan terbesar kedelapan di dunia, sedangkan nilai impornya merupakan kesebelas terbesar di dunia.

Krisis finansial Asia 1997 membuka kelemahan dari model pengembangan Korea Selatan, termasuk rasio utang yang besar, pinjaman luar yang besar, dan sektor finansial yang tidak disiplin.  Hutang berlebihan menuntun pada kegagalan besar dan pengambil-alihan. Contohnya saja pada Juli, pembuat mobil ketiga terbesar di Korea, Kia Motors, meminta pinjaman darurat.  Di awal penurunan pasar Asia, Moody’s, perusahaan yang menyediakan jasa analisis keuangan dan analisis atas lembaga usaha dan lembaga pemerintah, menurunkan rating kredit Korea Selatan dari A1 ke A3 pada 28 November 1997, dan diturunkan lagi ke Baa2 pada 11 Desember. Bursa saham Seoul jatuh 4% pada 7 November 1997. Pada 8 November jatuh 7%, penurunan terbesar yang pernah tercatat di negara tersebut. Dan pada 24 November saham jatuh lagi 7,2% karena ketakutan IMF akan meminta reform yang berat. Pada 1998, Hyundai Motor mengambil alih Kia Motors.

Pertumbuhan kembali jatuh sekitar 6,6% pada 1998, kemudian pulih dengan cepat ke 10,8% pada tahun 1999 dan 9,2% pada tahun 2000. Pertumbuhan kembali jatuh ke 3,3% pada tahun 2001 karena perlambatan ekonomi dunia. Ekspor yang menurun dan persepsi bahwa pembaharuan finansial dan perusahaan yang dibutuhkan tidak bertumbuh.

Dimpimpin oleh industry dan konstruksi, ekonomi Korea Selatan mulai bangkit pada 2002 dengan pertumbuhan sebesar 5,8%. Jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan sebesar 15% pada tahun 2003. Indeks gini, koefisien yang biasanya digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan, menunjukkan perbaikan, dari angka 35,8 menjadi 31,8 pada tahun 2007. Nilai investasinya sebesar 29,3% dari PDB dan menempati urutan ke dua puluh satu.

Pada 2005, di samping merupakan pemimpin dalam akses internet kecepatan tinggi, semikonduktor memori, monitor layar datar, dan telepon genggam, Korea Selatan berada pada peringkat pertama dalam pembuatan kapal, ketiga dalam produksi ban, keempat dalam serat sintetis, kelima dalam otomotif, dan keenam dalam baja. Negara ini juga menempati perimhkat ketiga puluh enam dalam hal tingkat pengangguran, kesembilan belas dalam indeks kemudahan berbisnis, dan ketiga puluh satu dari 179 negara dalam indeks kebebasan ekenomi berdasarkan data tahun 2010.

Ekspor bergerak dalam bidang semi konduktor, peralatan telekomunikasi nirkabel, kendaraan bermotor, computer, baja, kapal, dan petrokimia dengan mitra ekspor utama RRT 21,5%, Amerika Serikat 10,9%, Jepang 6,6%, dan Hongkong 4,6%. Korea Selatan mengimpor plastic, elektronik dan peralatannya, minyak, baja, dan bahan kimia organic dari RRT 17,7%, Jepang 14%, Amerika Serikat 8,9%, Arab Saudi 7,8%, Uni Emirat Arab 4,4%, dan Australia 4,1%.

Jumlah tenaga kerja Korea Selatan berada di peringkat kedua puluh lima dunia.

Ekonomi Korea Selatan dipimpin oleh konglomerat besar yang dikenal dengan sebutan chaebol. Beberapa chaebol yang terbesar antara lain: Samsung Electronics, POSCO, Hyundai Motor Company, KB Financial Group, Korea Electric Company, Samsung Life Insurance, Shinhan Financial Group, LG Electronics, Hyunday, dan LG Chem. Selain ekonomi yang didukung oleh para chaebol, ekonomi Korea Selatan juga mendapatkan triliunan won dari bisnis K-pop, K-drama, dan wisata operasi plastik.

Walaupun pasar impor telah diliberalisasi, pasar produk pertanian masih diproteksi karena lebarnya celah harga produk pertanian dalam negeri dengan pasar internasional. Sejak tahun 2005, harga beras di Korea Selatan 4 kali lebih tinggi disbanding harga beras di pasar internasional. Pemerintah khawatir dengan membuka pasar pertanian akan mengakibatkan kerugian besar di sector pertanian. Pada akhir tahun 2004, sebuah perjanjian dengan WTO mengenai impor beras ditandatangani dan konsumsinya meningkat 4% dan diperkirakan akan menjadi 8% pada tahun 2014..

Korea Selatan juga dikategorikan sebagai salah satu negara yang akan menguasai pereknomian dunia di grup Next Eleven (N-11), kelompok 11 negara yang dianggap memiliki masa depan yang menjanjikan untuk investasi yang dibuat oleh bank investasi Goldman Sachs pada 12 Desember 2005. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di Korea Selatan ini sering dijuluki sebagai Keajaiban Sungai Han. Kata “keajaiban” digambarkan dengan pencapaian pesat Korea Selatan menjadi negara ekonomi terbesar ketiga belas dunia dan menjadi contoh bagi negara-negara berkembang lain, yang dianggap banyak orang sangat mustahil pada saat itu. Ketika itu Korea Selatan adalah negara yang tercabik-cabik Perang Korea, perang antara Korea Selatan dan Korea Utara, dan jutaan warga negaranya hidup dalam kemiskinan serta ratusan ribu pengangguran berjuang keras memenuhi keperluan hidup. Dalam waktu kurang dari 4 dekade, negara miskin ini berubah menjadi salah satu pusat ekonomi dunia. Seoul sebagai ibukotanya dengan cepat beertransformasi menjadi kota utama dan pusat bisnis dan perdagangan di Asia serta mempunyai infrastruktur Pling mutakhir. Pencapaian ini dianggap sebagai kebanggan nasional dan kemampuan unggul bangsa Korea.


Peta Geografis Korea Selatan

Luas Korrea Selatan adalah 99.274 km2 , lebih kecil dibandingkan dengan Korea utara. Keadaan topografiny6a sebagian besar berbukit dan tidak rata. Pegunungan di wilayah timur umumnya menjadi hulu sungai-sungai besar, seperti sungai Han dan sungai Naktong. Sementara wilayah barat merupakan bagian rendah yang terdiri dari daratan pantai yang berlumpur. Di wilayah barat dan selatan yang terdapat banyak terluk terdapat banyak pelabuhan yang baik seperti Incheon, Yeosu, Gimhae, dan Busan.
Korea Selatan memiliki sekitar 3.000 pulau, sebagian besar adalah pulau kecil dan tidak berpenghuni. Pulau-pulau ini tersebar dari barat hingga selatahn Korea Selatan. Pulau Jeju yang terletak sekitar 100 km di bagian selatan Korea Selatan adalah pulau terbesar dengan luas area 1.845 km2 . Gunung Halla adalah gung berapi tertinggi sekaligus sebagai titik tertinggi di Korea Selatan yang terletak di Pulau jeju. Pulau yang terletak di wilayah paling timur Korea Selatan adalah Uileungdo dan Batu Liancourt. Sementara Marado dan Batu Socotra merupakan pulau yang berada paling selatan di wilayah Korea Selatan.

Sumber Daya Manusia Korea Selatan

Populasi Korea Selatan telah berkembang sangat pesat semenjak berdirinya negara republik ini pada tahun 1948. Pada saat sensus untuk pertama kalinya pada tahun 1949, jumlah populasi Korea Selatan mencapai 20.188.641 jiwa. Sensus pada tahun 1985 mencapai angka 40.466.577 jiwa. Pertumbuhan penduduk Korea Selatan cukup lambat, per tahunnya hanya 1.1% dari tahun 1949 sampai 1955, saat jumlah penduduk menembus angka 21,5 juta jiwa. Pertumbuhan selanjutnya menajdi lebih cepat antara tahun 1955 dan 1966 dengan populasi mencapai 29,2 juta jiwa atau dengan angka pertumbuhan penduduk rata-rata 2,8%, namun selanjutnya menurun secara signifikan selama periode 1966 sampai 1985 dengan persentase pertumbuhan 1,7%. Setelah itu pun menjadi semakin lambat sampai kurang dari 1%, seperti yang terjadi di negara-negara industri lain dan ini juga merupakan hasil yang ditargetkan oleh kementrian kesehatan dan hubungan social pada tahun 1990-an. Populasi mencapau 42,2 juta jiwa pada tanggal 1 Januari 1989.

Proporsi total jumlah penduduk di bawah usia 15 tahun mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan pertumbuhan penduduk. Pada tahun 1955, sekitar 41,2% jumlah populasi adalah usia di bawah 15 tahun. Persentase tersebut naik menjadi 43,5% pada tahun 1966 sebelum turun drastic ke angka 38,3% pada tahun 1975, 34,2% pada tahun 1980, dan 29,9% pada tahun 1985. Dengan menurunnya angka pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kelompok usia menengah (dari usia 18,7 tahun sampai 21,8 tahun antara tahun 1960 dan 1980), struktur usia piramida populasi telah berubah menjadi seperti yang umum dijumpai di negara-negara industri lain.

Berdasarkan Lembaga Perencanaan Ekonomi pemerintah, penduduk Korea Selatan akan mencapai total antara 46 juta samnpai 48 juta jiwa sampai akhir abada ke-20, dengan angka pertumbuhna penduduk berkisar antara 0,9% sampai 1,2%. Lalu populasi akan mengalami stabilitas (berhenti bertumbuh) pada tahun 2023 dengan populasi sekitar 52,6 juta jiwa.


Angka kelahiran di Korea Selatan kini menjadi salah satu yang terendah di dunia. Pada tahun 2006, tercatat 452.000 kelahiran dengan persentase 9,22%, meningkat sedikit daripada tahun sebelumnya yakni 483.000 kelahiran pada persentase 8,97%.


Sumber :

3 komentar:

  1. makasih kaaa, berguna bangeet niih buat tugaas ^^

    BalasHapus
  2. Korea Selatan juga menunjukkan kunci sukses suatu pembangunan ekonomi bukan terletak pada ada atau tidak adanya SDA (Sumber Daya Alam), tetapi pada ada tidaknya kemauan dan kemampuan manusianya, terutama level pemimpinnya, dan pada pilihan pilihan strategi kebijakan. Menurut ekonom Korea Institut for International Economic Policy, Chuk Kyo Kim, adalah karena negara ini memberikan perhatian besar pada pendidikan, pembangunan sumber daya manusia, serta investasi agresif di kegiatan penelitian dan pengembangan.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.