Random | Jadi #JusticeForAudrey Atau #AudreyJugaBersalah ???

April 12, 2019
audreyjugabersalah justiceforaudrey
#justiceforaudrey atau #audreyjugabersalah


Setelah sebelumnya nyaris semua sosial media diramaikan dengan tagar #JusticeForAudrey , sekarang giliran tagar #AudreyJugaBersalah yang marak berseliweran di linimasa aku.

Sebelumnya, aku mau memperjelas dulu, bahwa apa yang aku tulis di sini adalah murni opini pribadi, tanpa memihak pada salah satu kubu, baik Audrey atau pun pelaku. Aku mencoba mencari sudut pandang aku sendiri, bisa jadi sudut pandang dan cara berpikir yang aku pilih berbeda sama kalian.

Tapi, apa pun itu, tidak lantas menjadikan kalian benar dan aku salah, begitu pun sebaliknya.

Ini mungkin akan panjang, bersabarlah.

Beberapa bagian dari tulisan ini juga sebelumnya sudah pernah aku post di instastory/snapgram pribadi aku, bisa kalian cek di dessyrinata nanti bakal aku highlight untuk beberapa saat.

Kalau ada kesalahan kata, pemilihan kalimat yang kurang dapat dipahami, atau runtutan paragraf yang tidak beraturan dan berantakan, mohon dimaklumi.



1

Sebagai manusia, sebagai seorang perempuan, sebagai seorang ibu, sebagai seseorang yang pernah jadi perisak, dan sebagai seseorang yang juga pernah jadi korban perundungan, aku miris banget waktu pertama kali baca berita mengenai Audrey.

Yang terlintas pertama kali baik secara logika mau pun perasaan, mungkin sama kayak orang lainnya, KASIHAN pada KORBAN.

Tapi, mungkin, bedanya adalah, aku gak terpikir untuk marah sama pelaku. Aneh, ya? Mungkin.

Yang dominan bukanlah perasaan marah, tapi, lebih ke heran, gak habis pikir.

Kalau aku masihlah aku yang seperti 5 tahun lalu, hampir pasti aku bakal ikut-ikutan maki para terduga pelaku.

Sayangnya, mungkin aku terlalu banyak nonton KDrama. Jadi, aku lebih sering skeptis terhadap kasus-kasus yang ramai di media.

Terlepas dari apa pun, aku mendukung keadilan, bukan hanya bagi Audrey, tapi juga bagi para pelaku.

Aku memilih untuk untuk gak ikut merundung para pelaku, salah satunya karena ada masa di mana aku pun pernah jadi perundung sebelumnya, meski, tentu gak sampai menganiaya secara fisik.

Yang utama adalah, karena, aku gak ada di sana saat kejadian, aku gak tahu apa-apa tentang yang sebenarnya terjadi antara mereka. Yang aku tahu cuma berdasarkan apa yang 'diobral' media.

Kejadian yang sebenar-benarnya hanya mereka yang terlibat langsung -dan tentu Tuhan- yang tahu.

Aku cuma salah satu penonton, pendengar, pembaca berita yang beredar, yang merasa gak memiliki hak untuk turut menghakimi para pelaku.

Jangan salah paham, aku tetap mendukung keadilan bagi Audrey. Aku sama sekali tidak sedikit pun membela para pelaku.

TOLONG belajarlah untuk memBEDAKAN antara membela, dan memilih untuk tidak menghakimi.

Aku ikut menandatangani petisi online #JusticeForAudrey , meski begitu, aku mencoba menahan diri untuk gak berpihak pada salah satu pihak. Lagi-lagi, karena aku cukup mawas diri bahwa aku gak tahu apa-apa selain apa yang ramai di media sosial.

dan, meski pun, saat ini ramai tagar #AudreyJugaBersalah , aku sama sekali gak menyesal karena sudah tanda tangan petisi online itu. Kenapa? Karena keadilan memang harus ditegakkan. Baik untuk Audrey, atau pun untuk para pelaku.

Aku gak tahu siapa yang play victim.

Aku sama sekali gak tahu, dan mencoba untuk gak berprasangka mengenai siapa yang menjadi korban dan siapa pelaku sebenarnya.



2

Seiring waktu, kita bisa lihat kalau tidak sedikit 'netizen yang budiman' mulai bergeser haluannya. Yang tadinya membela Audrey mati-matian, sekarang menghujat Audrey gila-gilaan.

Karena apa?

Karena Audrey yang awalnya dikabarkan 'polos' ternyata dianggap 'nakal oleh para netizen.

Kalian bisa langsung cek jahatnya jemari netizen di kolom komentar aku facebook milik Audrey.



3

Gak sedikit juga orang yang merasa ada kejanggalan sama kasus ini.

Awal mula permasalahan ini katanya karena saling berbalas komentar di sosial media antara Audrey dan salah satu pelaku, tapi, sampai saat ini, aku masih belum menemukan capture percakapan mereka. Padahal, biasanya, kasus yang berawal dari sosial media kayak gini, netizen gercep banget untuk cari capture-nya.

Selain itu, kabarnya, awal masalah ini juga karena urusan cowok. Kakak sepupu Audrey, kabarnya adalah mantan pacar dari salah satu pelaku. Tujuan perisakan pun sebenarnya kabarnya bukanlah Audrey, tapi, sepupunya. Tapi, lagi-lagi, aku sama sekali belum lihat kemunculan dari si sepupunya ini. Biasanya, netizen juga gercep banget kan cari info kalo soal asmara gini.

Ditambah kabar kalau penganiayaan Audrey gak seheboh kabar yang beredar. Hasil visum yang gak menunjukkan adanya penganiayaan pada organ vital Audrey, lalu keluarganya yang minta visum ulang, dan sebagainya.

Jadi, ya gitu, aku sama beberapa teman merasa kasus ini sama sekali belum jelas.

Setelah aku menemukan salah satu akun pelaku yang katanya berhasil di-hack, dan lihat wujud para pelaku, aku cuma kayak 'ohh, ini' udah gitu aja, ketika saat itu banyak yang menyayangkan pilihan berpakaian mereka yang katanya gak sejalan dengan perbuatan mereka. Terus aku lihat capture-capture snapgram dan boomerang mereka dan refleks gitu 'wow', gak bisa berkata-kata, heran.

Setelahnya, aku akui kalau aku merasa kepo juga sama wujud dari Audrey. Ketika akhirnya aku lihat postingan Ifan Seventeen yang tag akun instagram Audrey, aku juga cuma kayak 'ohh, ini'. Tapi, ketika aku baca caption Atta Halilintar, itu tuh kayak 'heh? seriusan?', aneh.

Keluarga Audrey juga kabarnya baru tahu kejadian yang menimpa Audrey beberapa hari setelahnya. Pertanyaan yang muncul adalah, selama ini kemana aja? Aku akui, gak semua orang tua mampu mengetahui kalau anaknya adalah korban perisakan. Tapi, kasus Audrey kali ini bukan cuma sekedar perisakan, tapi, penganiayaan. Apakah selama beberapa hari itu sama sekali gak terlihat tanda di tubuh Audrey? Apakah sama sekali gak ada perubahan sikap yang signifikan dari seorang korban penganiayaan yang katanya dilanda trauma hebat?

Salah satu pelaku juga katanya punya backing-an berpengaruh di pemerintahan, tapi lalu katanya lagi ternyata baru jadi caleg, kabarnya lagi ternyata bukan orangtua langsungnya, tapi, pamannya. Kabarnya masih simpang siur.

4

Kalau, aku ada di posisi Audrey,

kalau, memang aku dirundung sebegitu hebatnya, dianiaya sebegitu sadisnya, aku bakal memilih untuk menutup diri dari dunia, menarik diri dari peredaran.

Peduli setan sama sosial media.

Mana sempat aku berpikir untuk klarifikasi akun facebook palsu. Mana kepikiran aku untuk minta follback dari seorang youtuber, minta diajak ke rumahnya, minta diundang ke acaranya.

Otak aku terllau mumet untuk hal-hal remeh duniawi macem itu.

AKu pernah dirundung di jenjang pendidikan yang sama kayak Audrey, bedanya adalah, saat itu aku gak mengalami penganiayaan fisik.

Pun demikian, tanpa penganiayaan fisik pun, udah cukup menyiksa buat aku saat itu.

Waktu aku saat itu habis tersita buat meratap, menangis, memaki diri, mengasihani diri, membenci diri, mempertanyakan perlakuan mereka.

Waktu aku habis untuk bermuran durja.

Iya, zaman aku saat itu belum ada instagram, belum booming youtube, tapi, zaman aku juga ada sosial media, friendster namanya.

Iya, zaman berubah, tapi, apakah perasaan korban perundungan juga berubah? Apakah dirundung di masa lalu dan masa kini memiliki rasa yang berbeda? Tekanan yang berbeda? Bagi aku, perundungan tetaplah perundungan, perisakan, apa pun istilahnya, kapan pun dilakukannya.

Itu kalau aku jadi Audrey, tapi, aku bukan Audrey, dan ya Audrey juga bukan aku. Mungkin kami memang memilih untuk menyikapi kondisi kami dengan cara yang berbeda.

TAPI,

kalau, aku ada di posisi Audrey, dan mau cari panggung, panjat sosial, dengan mendramatisir keadaan, tetap aja, aku gak akan minta follback ke youtuber, minta di tag akun instagramnya, dan sebagainya.

I'll do my best to act like a victim.

Aku bakal pura-pura lemah tak berdaya, frustasi seakan hampir gila, berjuang mencari simpati lebih banyak. Tanpa perlu klarifikasi akun facebook palsu, aku bakal hapus aja akunnya diem-diem, atau klarifikasi permintaan maaf atas kekhilafan di masa lalu.

Tanpa minta ini itu ke publik figur, dengan sendirinya, mereka yang akan mencari aku, mereka yang akan turut cari panggung dengan obral simpati ke aku.

Itu kalau aku jadi Audrey, tapi, lagi-lagi, aku bukan Audrey, dan Audrey juga bukan aku. Mungkin, aku memang terlalu banyak nonton drama, atau otak aku memang otak kriminal.

TAPI JUGA,

aku gak pernah tahu saat gak ada kamera, saat gak ada siapa-siapa, apa yang dilakukan Audrey. Mungkin, saat itulah rasa frustasinya, sedihnya, takutnya, kecewanya, baru muncul. Mungkin, semua sikap yang dia tunjukkan saat ini, untuk menutupi semua ketidakberdayaan dia, semua kekacauan di hati dan pikiran dia.

Mungkin juga, justru sebaliknya, dia berpesta pora, tertawa lepas, berhasil menipu jutaan orang dengan drama yang dibuatnya.

Aku gak tahu, gak pernah tahu, dan gak akan mungkin pernah tahu.



5

Kalau, aku ada di posisi para pelaku,

kalau, semua kabar yang beredar tentang sadisnya perbuatan aku benar adanya, aku juga gak akan sebodoh itu untuk bikin boomerang dan share di saat situasi lagi panas begini.

Aku bakal merasa takut dipenjara, takut dihujat, terlepas apakah aku bakal merasa bersalah atau enggak.

Walau pun, misalkan, aku terlalu sadis sampai gak merasa bersalah atau pun takut, aku bakal bersikap seolah aku takut, malu, khilaf, berurai air mata, mencari simpati dan pembenaran atas tindakan aku, sama kayak pelaku-pelaku kejahatan lainnya seperti yang sering diekspos media.

DAN,

kalau aku ada di posisi para pelaku, kalau ternyata semua kabar yang beredar sudah dilebih-lebihkan, didramatisir sedemikian rupa, aku juga gak akan marah-marahin netizen yang menghujat aku dengan bikin snapgram.

Let's play victim.

Berwajah sedihlah, berurai air mata, meminta perlindungan, tunjukkin bukti kebenaran, lagi-lagi, carilah simpati sebanyak mungkin.

Tapi, ya, kan aku bukan pelaku, mereka pun bukan aku.

Kayaknya memang aku punya otak kriminal.

Mungkin, tulisan ini nantinya malah bisa jadi inspirasi bagi para akal pendek di luar sana.

TAPI,

sama juga kayak Audrey. Aku gak tahu, gak pernah tahu,dan gak akan mungkin pernah tahu, apa yang mereka pikirkan dan rasakan sebenarnya. Apa yang kita lihat, gak melulu itulah kenyataannya.



6

Sebenarnya, terlepas dari apa pun kebenaran yang sesungguhnya, aku pengen ajak kalian sama-sama berpikir bahwa apa yang kita ketahui dari media gak mungkin 100% kebenarannya.

Mari belajar untuk tidak menghakimi siapa pun atas kasus apa pun yang kita gak tahu kenyataannya secara langsung, yang kita cuma sebatas tahu berdasarkan kabar yang beredar.

Mari berkaca sama kasus ratna Sarumpaet dan Young Lex.

Setelah banyak orang sibuk bela sana sini, memaki sana sini, ternyata kasus mereka cuma hoax belaka, cuma sekadar karangan penuh drama.

Bukan, aku gak menuduh Audrey melakukan hal sama kayak mereka berdua. Tapi, ini tentang kalian, para netizen yang budiman -termasuk aku-.

Mari belajar untuk menahan diri supaya gak mudah menghakimi orang lain tanpa kita tahu dengan pasti kebenarannya.



7

Soal netizen yang berbalik menyerang Audrey dan berhenti bersimpati karena rekam jejak masa lalu Audrey di sosial media, 

aku bukan mau berkomentar soal bagaimana sikap Audrey di sosial media,

tapi, gimana double standard yang netizen lakukan.

Aku baca banyak komentar netizen yang bilang 'Sikap Audrey di sosial media bukanlah pembenaran untuk tindakan para pelaku'. AKU SETUJU, banget.

Apa pun alasannya, gak akan pernah ada pembenaran untuk penganiayaan, perundungan, perisakan, dan kejahatan lainnya.

Tapi, bukan itu yang mau aku bahas.

Ada komentar netizen yang bilang 'Jangan nilai Audrey dari postingan sosial medianya' atau 'Jangan nilai Audrey dari penampilannya'.

Mereka lupa, kalau mereka juga menilai para pelaku 'cuma' dari kabar yang beredar, cerita dari satu pihak, tanpa memedulikan cerita versi dari pihak lain, tanpa mencoba berpihik tentang para pelaku dengan cara yang sama seperti mereka berpikir tentang Audrey.

Mereka mungkin gak ingat, kalau mereka juga menghujat penampilan para pelaku yang dianggap gak sejalan sama perbuatan yang dilakukan.

Ada juga komentar 'Jangan cuma karena lihat postingan Audrey lalu seakan tahu segalanya tentang Audrey'.

Mereka lupa, kalau mereka juga menghakimi para pelaku tanpa tahu kejadian yang sebenar-benarnya.

Apa bedanya mereka dengan pihak lain yang berubah haluan dari Audrey?

Mereka cuma beda kubu, dengan pola pikir yang sama.

Mereka sama-sama cuma melihat, mendengar, membaca, tanpa tau kenyataan yang sebenarnya.

Miriplah sama kejadian beberapa saat lalu, waktu ramai kasus Seungri dan JJY.

Waktu aku ninggalin komentar di salah satu akun yang membahas kasus itu, aku, sama seperti hari ini, memilih untuk tidak menghakimi para Oppa itu, dengan alasan yang sama seperti hari ini.

Aku gak tahu, dan gak akan pernah tahu, apakah kasus itu cuma mediaplay, apakah para Oppa benar-benar pelaku utama, apakah para Oppa cuma kambing hitam dari cuci tangan para pelaku sebenarnya, apakah para Oppa cuma umpan untuk menutupi kasus lain yang lebih besar dan berpengaruh. Aku gak tahu apa-apa selain dari apa yang ramai di sosial media. Aku gak tahu apa-apa selain dari artikel yang beredar luas.

Nanti, aku bahas lebih lanjut soal 'perdebatan' aku dan seseorang di kasus Seungri dan JJY di potingan lain, ya.


Berbeda dalam mengambil sikap, berbeda dalam pola pikir, berbeda dalam sudut pandang, tak menjadikan kamu benar dan aku salah, atau pun sebaliknya.

Bahkan, buku yang sama bisa terlihat berbeda, tergantung dari sudut mana kamu melihatnya.



Sekian dari aku yang gak tahu apa-apa ini. See you on my next post~



Love,

dessyrinata ❤

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Bercermin dari kasus tragedi Audrey ini, yang perlu digarisbawahi dalam hal ini menurutku adalah .. Bijak dalam bersosial media.

    Bijak dalam menulis sebuah status, berkomentar juga berpikir jernih, tidak tersulut emosi.

    Ikut berharap kasus seperti ini tidak terulang lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju banget. dari hal-hal yang kita anggap 'remeh' semisal komentar bisa berbuntut panjang kayak gini.

      semoga tidak ada kasus seperti ini lagi selanjutnya, dan semoga lekas ada keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.