Sistem Perekonomian Korea Selatan
Perkembangan Sistem Ekonomi Korea Selatan dari 1960-an hingga 1980-an
Republik Korea
atau biasa dikenal sebagai Korea Selatan atau Korsel adalah sebuah Negara di
Asia Timur yang meliputi bagian selatan Semenanjung Korea. Di sebelah utara,
Republik Korea berbatas dengan Korea Utara, dimana keduanya bersatu sebagai
sebuah negara hingga tahun 1948. Lalu pada tahun 1950 Korea Utara menginvasi
Korea Selatan yang dikenal dengan nama Perang Korea. Lalu dimulailah Rencana
Lima Tahun yang dicanangkan pada tahun 1960, hingga periode industrialisasi dan
kebangkitan Korea Selatan sampai detik ini.
Produk Nasional
Bruto Korea Selatan meningkat lebih dari 8% per tahun, dari USD 3,3 miliar pada
tahun 1962 menjadi USD 204 miliar pada tahun 1989, lalu menyentuh angka USD 1
triliun pada tahun 2007. Pendapatan per kapita meningkat dari hanya USD 87 pada
tahun 1962 menjadi USD 4.830 pada tahun 1989, menembus angka USD 20.000 pada
tahun 2007.
Sektor
manufaktur menyumbang pendapatan 14,3% untuk PNB pada tahun 1962 menjadi 30,3%
pada tahun 1987. Volume komoditas perdagangan tumbuh dari USD 480 juta pada
tahun 1962 menjadi USD 127,9 juta pada tahun 1990. Rasio pendapatan domestik meningkat
dari 3,3% pada tahun 1962 menjadi 35,8% pada tahun 1989.
Faktor paling
signifikan dalam industrialisasi yang sangat pesat tersebut adalah perencanaa
strategi ekonomi tahun 1960-an yang berfokus pada ekspor manufaktur dengan
angkatan kerja intensif. Strategi ini sesuai dengan kondisi Korea Selatan pada
saat itu yang miskin akan hasil sumber daya alam, rendahnya angka pendapatan,
serta pasar domestic yang kecil. Dengan strategi ini Korea Selatan bias mendapatkan
hasil yang bias menyokong ekonominya. Pemerintah pun ikut serta dalam rencana
ini. Aliran bantuan dana dari pihak asing yang masuk menambah kekurangan kas
dalam negeri. Usaha ini akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekspor dan angka
pendapatan yang terus meningkat.
Dengan memaksimalkan
sector industry, ternyata menimbulkan masalah lain, yaitu sector pertanian
mengalami ketertinggalan. Melebarnya jurang pendapatan antara sector industry dan
pertanian menjadi masalahs erius pada tahun 1970-an hingga kini, walau
pemerintah telah berusaha meningkatkan standar kesejahteraan dan pendapatan
rakyat yang mengusahakan pertanian di pedesaan.
Pada awal tahun
1980-an, guna mengandalikan inflasi, sebuah kebijakan moneter konservatif dan
undang-undang fiscal dikeluarkan. Pertumbuhan alokasi dana dikurangi dari level
30% pada tahun 1970-an menjadi 15%. Seoul bahkan membekukan anggaran belanjanya
untuk sementara. Intervensi pemerintah dalam perekonomiam dengan cepat
berkurang dan kebijakan impor serta investasi asing dibebaskan untuk mengundang
kompetisi. Untuk mengurangi ketimpangan antara sector urban dan pedesaan,
pemerintah membuka investasi asing lebar-lebar dalam proyek-proyek publik seperti
pembangunan fasilitas jalan dan komunikasi disamping meningkatkan modernisasi
pertanian.
Kebijakan-kebijakan
ini, ditambah perbaikan ekonomi global, ikut membantu memulihkan ekonomi Korea
Selatan daripada kelesuan ekonomi. Korea Selatan mencapai pertumbuhan ekonomi
nyata rata-rata 9,2% pada tahun 1982 sampai 1985 dan 12,5% dari tahun 1986
sampai 1988. Inflasi 2 kali lipat pada tahun 1970-an dapat diatasi. Inflasi
harga barang-barang rata-rata adalah 2,1% per tahun dari tahun 1980 sampai
1988. Harga barang konsumsi meningkat rata-rata 4,7% per tahun. Seoul mencapai
surplus pertamanya pada neraca pembayaran pada tahun 1986 dengan angka USD 7,7
miliar dan USD 11,4 miliar, masing-masing pada tahun 1987 dan 1988. Kemajuan
ini membuat Korea Selatan dapat mebayar utang kepada pihak asing. Surplus
perdagangan tahun 1989 hanya USD 4,6 miliar dan neraca perdagangan 1990
diproyeksikan negatif.
Perkembangan Sistem Ekonomi Korea Selatan pada tahun 1990-an Hingga
Saat Ini
Korea Selatan
memiliki ekonomi pasar dan menempati urutan kelima belas berdasarkan PDB
(Produk Domestik Bruto). Sebagai salah satu dari empat Macan Asia Timur
(Hongkong, Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan), Korea Selatan telah mencapai
rekor ekspor impor yang memukau, nilai ekspornya merupakan terbesar kedelapan
di dunia, sedangkan nilai impornya merupakan kesebelas terbesar di dunia.
Krisis finansial
Asia 1997 membuka kelemahan dari model pengembangan Korea Selatan, termasuk rasio
utang yang besar, pinjaman luar yang besar, dan sektor finansial yang tidak
disiplin. Hutang berlebihan menuntun
pada kegagalan besar dan pengambil-alihan. Contohnya saja pada Juli, pembuat
mobil ketiga terbesar di Korea, Kia Motors, meminta pinjaman darurat. Di awal penurunan pasar Asia, Moody’s,
perusahaan yang menyediakan jasa analisis keuangan dan analisis atas lembaga
usaha dan lembaga pemerintah, menurunkan rating kredit Korea Selatan dari A1 ke
A3 pada 28 November 1997, dan diturunkan lagi ke Baa2 pada 11 Desember. Bursa
saham Seoul jatuh 4% pada 7 November 1997. Pada 8 November jatuh 7%, penurunan terbesar
yang pernah tercatat di negara tersebut. Dan pada 24 November saham jatuh lagi
7,2% karena ketakutan IMF akan meminta reform yang berat. Pada 1998, Hyundai
Motor mengambil alih Kia Motors.
Pertumbuhan
kembali jatuh sekitar 6,6% pada 1998, kemudian pulih dengan cepat ke 10,8% pada
tahun 1999 dan 9,2% pada tahun 2000. Pertumbuhan kembali jatuh ke 3,3% pada
tahun 2001 karena perlambatan ekonomi dunia. Ekspor yang menurun dan persepsi
bahwa pembaharuan finansial dan perusahaan yang dibutuhkan tidak bertumbuh.
Dimpimpin oleh industry
dan konstruksi, ekonomi Korea Selatan mulai bangkit pada 2002 dengan
pertumbuhan sebesar 5,8%. Jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan sebesar 15%
pada tahun 2003. Indeks gini, koefisien yang biasanya digunakan untuk mengukur
kesenjangan pendapatan dan kekayaan, menunjukkan perbaikan, dari angka 35,8
menjadi 31,8 pada tahun 2007. Nilai investasinya sebesar 29,3% dari PDB dan
menempati urutan ke dua puluh satu.
Pada 2005, di
samping merupakan pemimpin dalam akses internet kecepatan tinggi, semikonduktor
memori, monitor layar datar, dan telepon genggam, Korea Selatan berada pada
peringkat pertama dalam pembuatan kapal, ketiga dalam produksi ban, keempat
dalam serat sintetis, kelima dalam otomotif, dan keenam dalam baja. Negara ini
juga menempati perimhkat ketiga puluh enam dalam hal tingkat pengangguran,
kesembilan belas dalam indeks kemudahan berbisnis, dan ketiga puluh satu dari
179 negara dalam indeks kebebasan ekenomi berdasarkan data tahun 2010.
Ekspor bergerak
dalam bidang semi konduktor, peralatan telekomunikasi nirkabel, kendaraan
bermotor, computer, baja, kapal, dan petrokimia dengan mitra ekspor utama RRT
21,5%, Amerika Serikat 10,9%, Jepang 6,6%, dan Hongkong 4,6%. Korea Selatan
mengimpor plastic, elektronik dan peralatannya, minyak, baja, dan bahan kimia organic
dari RRT 17,7%, Jepang 14%, Amerika Serikat 8,9%, Arab Saudi 7,8%, Uni Emirat
Arab 4,4%, dan Australia 4,1%.
Jumlah tenaga
kerja Korea Selatan berada di peringkat kedua puluh lima dunia.
Ekonomi Korea Selatan
dipimpin oleh konglomerat besar yang dikenal dengan sebutan chaebol. Beberapa
chaebol yang terbesar antara lain: Samsung Electronics, POSCO, Hyundai Motor
Company, KB Financial Group, Korea Electric Company, Samsung Life Insurance,
Shinhan Financial Group, LG Electronics, Hyunday, dan LG Chem. Selain ekonomi
yang didukung oleh para chaebol, ekonomi Korea Selatan juga mendapatkan
triliunan won dari bisnis K-pop, K-drama, dan wisata operasi plastik.
Walaupun pasar
impor telah diliberalisasi, pasar produk pertanian masih diproteksi karena
lebarnya celah harga produk pertanian dalam negeri dengan pasar internasional.
Sejak tahun 2005, harga beras di Korea Selatan 4 kali lebih tinggi disbanding harga
beras di pasar internasional. Pemerintah khawatir dengan membuka pasar
pertanian akan mengakibatkan kerugian besar di sector pertanian. Pada akhir
tahun 2004, sebuah perjanjian dengan WTO mengenai impor beras ditandatangani
dan konsumsinya meningkat 4% dan diperkirakan akan menjadi 8% pada tahun 2014..
Korea Selatan
juga dikategorikan sebagai salah satu negara yang akan menguasai pereknomian
dunia di grup Next Eleven (N-11), kelompok 11 negara yang dianggap memiliki
masa depan yang menjanjikan untuk investasi yang dibuat oleh bank investasi Goldman
Sachs pada 12 Desember 2005. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di Korea Selatan
ini sering dijuluki sebagai Keajaiban Sungai Han. Kata “keajaiban” digambarkan
dengan pencapaian pesat Korea Selatan menjadi negara ekonomi terbesar ketiga
belas dunia dan menjadi contoh bagi negara-negara berkembang lain, yang
dianggap banyak orang sangat mustahil pada saat itu. Ketika itu Korea Selatan
adalah negara yang tercabik-cabik Perang Korea, perang antara Korea Selatan dan
Korea Utara, dan jutaan warga negaranya hidup dalam kemiskinan serta ratusan ribu
pengangguran berjuang keras memenuhi keperluan hidup. Dalam waktu kurang dari 4
dekade, negara miskin ini berubah menjadi salah satu pusat ekonomi dunia. Seoul
sebagai ibukotanya dengan cepat beertransformasi menjadi kota utama dan pusat
bisnis dan perdagangan di Asia serta mempunyai infrastruktur Pling mutakhir.
Pencapaian ini dianggap sebagai kebanggan nasional dan kemampuan unggul bangsa
Korea.
Peta Geografis Korea Selatan
Luas Korrea
Selatan adalah 99.274 km2 , lebih kecil dibandingkan dengan Korea
utara. Keadaan topografiny6a sebagian besar berbukit dan tidak rata. Pegunungan
di wilayah timur umumnya menjadi hulu sungai-sungai besar, seperti sungai Han
dan sungai Naktong. Sementara wilayah barat merupakan bagian rendah yang
terdiri dari daratan pantai yang berlumpur. Di wilayah barat dan selatan yang
terdapat banyak terluk terdapat banyak pelabuhan yang baik seperti Incheon,
Yeosu, Gimhae, dan Busan.
Korea Selatan
memiliki sekitar 3.000 pulau, sebagian besar adalah pulau kecil dan tidak
berpenghuni. Pulau-pulau ini tersebar dari barat hingga selatahn Korea Selatan.
Pulau Jeju yang terletak sekitar 100 km di bagian selatan Korea Selatan adalah
pulau terbesar dengan luas area 1.845 km2 . Gunung Halla adalah gung
berapi tertinggi sekaligus sebagai titik tertinggi di Korea Selatan yang
terletak di Pulau jeju. Pulau yang terletak di wilayah paling timur Korea
Selatan adalah Uileungdo dan Batu Liancourt. Sementara Marado dan Batu Socotra
merupakan pulau yang berada paling selatan di wilayah Korea Selatan.
Sumber Daya Manusia Korea Selatan
Populasi Korea
Selatan telah berkembang sangat pesat semenjak berdirinya negara republik ini
pada tahun 1948. Pada saat sensus untuk pertama kalinya pada tahun 1949, jumlah
populasi Korea Selatan mencapai 20.188.641 jiwa. Sensus pada tahun 1985
mencapai angka 40.466.577 jiwa. Pertumbuhan penduduk Korea Selatan cukup
lambat, per tahunnya hanya 1.1% dari tahun 1949 sampai 1955, saat jumlah
penduduk menembus angka 21,5 juta jiwa. Pertumbuhan selanjutnya menajdi lebih
cepat antara tahun 1955 dan 1966 dengan populasi mencapai 29,2 juta jiwa atau
dengan angka pertumbuhan penduduk rata-rata 2,8%, namun selanjutnya menurun
secara signifikan selama periode 1966 sampai 1985 dengan persentase pertumbuhan
1,7%. Setelah itu pun menjadi semakin lambat sampai kurang dari 1%, seperti
yang terjadi di negara-negara industri lain dan ini juga merupakan hasil yang
ditargetkan oleh kementrian kesehatan dan hubungan social pada tahun 1990-an.
Populasi mencapau 42,2 juta jiwa pada tanggal 1 Januari 1989.
Proporsi total
jumlah penduduk di bawah usia 15 tahun mengalami kenaikan dan penurunan seiring
dengan pertumbuhan penduduk. Pada tahun 1955, sekitar 41,2% jumlah populasi adalah
usia di bawah 15 tahun. Persentase tersebut naik menjadi 43,5% pada tahun 1966
sebelum turun drastic ke angka 38,3% pada tahun 1975, 34,2% pada tahun 1980,
dan 29,9% pada tahun 1985. Dengan menurunnya angka pertumbuhan penduduk dan
meningkatnya kelompok usia menengah (dari usia 18,7 tahun sampai 21,8 tahun
antara tahun 1960 dan 1980), struktur usia piramida populasi telah berubah
menjadi seperti yang umum dijumpai di negara-negara industri lain.
Berdasarkan
Lembaga Perencanaan Ekonomi pemerintah, penduduk Korea Selatan akan mencapai
total antara 46 juta samnpai 48 juta jiwa sampai akhir abada ke-20, dengan
angka pertumbuhna penduduk berkisar antara 0,9% sampai 1,2%. Lalu populasi akan
mengalami stabilitas (berhenti bertumbuh) pada tahun 2023 dengan populasi
sekitar 52,6 juta jiwa.
Angka kelahiran
di Korea Selatan kini menjadi salah satu yang terendah di dunia. Pada tahun
2006, tercatat 452.000 kelahiran dengan persentase 9,22%, meningkat sedikit daripada
tahun sebelumnya yakni 483.000 kelahiran pada persentase 8,97%.
Sumber :
makasih kaaa, berguna bangeet niih buat tugaas ^^
BalasHapusMAKASIH YA INFONYA..
BalasHapusKorea Selatan juga menunjukkan kunci sukses suatu pembangunan ekonomi bukan terletak pada ada atau tidak adanya SDA (Sumber Daya Alam), tetapi pada ada tidaknya kemauan dan kemampuan manusianya, terutama level pemimpinnya, dan pada pilihan pilihan strategi kebijakan. Menurut ekonom Korea Institut for International Economic Policy, Chuk Kyo Kim, adalah karena negara ini memberikan perhatian besar pada pendidikan, pembangunan sumber daya manusia, serta investasi agresif di kegiatan penelitian dan pengembangan.
BalasHapus